Oleh: Daeng Acid
Saya sudah beberapa kali meminta AI menulis artikel yang menarik dan menggugah pembaca tentang pentingnya pemanfaatan kecerdasan buatan bagi pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) .
Namun, hasilnya selalu membuat saya belum puas. Entah saya kurang tepat memberi arahan atau kurang detail menjelaskan kebutuhan, yang jelas, rekomendasi AI belum layak untuk saya bagikan.
Padahal konteksnya jelas. Beberapa hari lalu, 2 Agustus 2025, saya diundang menjadi narasumber workshop Empowering with AI for MSME yang digelar Solopos Media Group.
AI—Artificial Intelligence atau “Akal Imitasi”—hadir dengan godaan yang besar. Versi gratis maupun berbayar sama-sama terlihat menggiurkan. Seakan semua pekerjaan bisa diambil alih AI. Inilah tantangan utamanya.
Baca juga:Sepatu Baru Begitu Menggoda, Lalu Apa Selanjutnya?
Dalam workshop itu, saya menekankan kepada para pelaku UKM bahwa kita memang membutuhkan AI untuk mengembangkan bisnis. Namun, jangan sampai bergantung sepenuhnya. AI harus kita “jinakkan” agar bekerja sesuai kebutuhan pemilik bisnis, bukan sebaliknya.
Bagi UKM yang mengandalkan media sosial, AI bisa menjadi sumber inspirasi atau tolok ukur konten. AI membantu pelaku usaha kembali aktif membuat postingan, membaca tren pasar harian hingga tahunan, bahkan menyumbang ide visual, video, dan musik.
Namun, ada kunci penting: akal manusia. Guru saya, Budiman Hakim, selalu mengingatkan untuk berkarya dengan dua ruang: ruang ide dan ruang editing.
Gunakan AI di ruang ide untuk memantik gagasan, lalu masuk ke ruang editing untuk memolesnya dengan akal kita.
Pada tahap editing inilah peran akal manusia menjadi penentu. Akal mampu membaca konteks, memahami makna, dan menjaga etika—sesuatu yang tidak dimiliki AI. AI sekadar alat. Nilai dan dampaknya bergantung pada bagaimana kita menggunakannya.
UKM yang cerdas bukan yang menyerahkan segalanya kepada AI, melainkan yang mampu berkolaborasi dengannya sambil menjaga sentuhan manusiawi dalam bisnis. Itulah esensi Akal is Important.
Akhirnya, saya pun meminta AI memeriksa tulisan ini. Hasilnya, ya seperti yang Anda baca sekarang.*
Baca juga: Menjahit Jejak di Telkom: Kisah Daeng Acid Menyulam Indonesia dari Kabel hingga Digital