MATAPEDIA6.com, BATAM – Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) angkat suara soal kebijakan penghentian rekomendasi impor limbah non-B3 plastik daur ulang oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
BP Batam menilai, kebijakan tersebut perlu dijalankan dengan transisi yang terukur agar tidak menekan industri dan memukul kepercayaan investor di Batam.
Deputi Bidang Investasi dan Pengusahaan BP Batam, Fary Djemy Francis,mengingatkan bahwa perubahan mendadak dalam kebijakan bahan baku industri bisa berimbas luas terhadap aktivitas produksi, ekspor, dan ketenagakerjaan.
“Kami memahami semangat pemerintah memperkuat tata kelola lingkungan. Tapi setiap perubahan harus disertai masa transisi yang jelas. Dunia usaha butuh kepastian regulasi agar investasi tetap tumbuh,” tegas Fary, Kamis (16/10).
Industri Daur Ulang, Tulang Punggung Ekspor dan Lapangan Kerja
Industri daur ulang plastik non-B3 di Batam menjadi penopang penting ekonomi sirkular dan ekspor nasional.
Data BP Batam mencatat, volume pengolahan limbah plastik pada 2024 mencapai 266.878 ton naik tajam dari 176.774 ton pada 2023.
Sebanyak 16 perusahaan beroperasi di sektor ini dengan investasi senilai USD 50 juta nilai ekspor USD 60 juta per tahun dan menyerap lebih dari 3.500 tenaga kerja lokal.
BP Batam mengingatkan, penghentian impor tanpa masa transisi bisa berdampak langsung: produksi melambat, ekspor menurun, dan ribuan pekerja terancam kehilangan mata pencaharian.
Sebagai solusi, BP Batam telah mengusulkan masa transisi lima tahun kepada KLHK. Selama periode itu, industri diberi waktu menyesuaikan diri dari bahan baku impor menuju pasokan domestik, sambil menjaga standar lingkungan yang ditetapkan.
“Ini bukan bentuk penolakan, tapi penegasan bahwa kebijakan hijau perlu dijalankan tanpa mengorbankan tenaga kerja dan kepercayaan investor,” ujar Fary.
BP Batam menegaskan posisinya sebagai mitra strategis pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara keberlanjutan lingkungan, kepastian berusaha, dan daya saing global.