MATAPEDIA6.com, BATAM – Tradisi perpisahan siswa tingkat akhir di Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) kembali menjadi sorotan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Batam.
Mengantisipasi potensi pembebanan biaya yang berlebihan kepada orangtua, Disdik Batam sejak jauh hari telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh sekolah di bawah naungannya.
Kepala Disdik Batam, Tri Wahyu, menegaskan bahwa perpisahan siswa bukanlah agenda wajib dan pelaksanaannya harus mempertimbangkan kepentingan bersama tanpa memaksa maupun memberatkan wali murid.
“Perpisahan itu tidak wajib. Harus ada kesepakatan, tidak boleh diskriminatif atau membebani. Semua anak harus terakomodir tanpa ada paksaan,” ujar Tri Wahyu, Jumat (18/4/2025).
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa perpisahan sebaiknya dilaksanakan di lingkungan sekolah tanpa keterlibatan guru maupun kepala sekolah dalam proses pengumpulan dana maupun pelaksanaannya.
“Sudah kami tegaskan sejak awal, kepala sekolah dan guru tidak boleh terlibat dalam penggalangan dana. Kegiatan ini murni harus diatur oleh komite atau keluarga besar sekolah,” tambahnya.
Meski surat edaran telah disebar, keluhan dari sejumlah orangtua mulai bermunculan, terutama dari wilayah Batuaji dan Sagulung.
Beberapa orangtua mengaku keberatan dengan biaya perpisahan yang ditetapkan pihak sekolah, yang disebut-sebut mencapai Rp500 ribu per siswa dan rencananya akan digelar di hotel.
“Sebenarnya sejak awal kami tidak setuju, tapi kami takut kalau nanti anak kami yang jadi sasaran di sekolah,” ujar salah satu orangtua siswa di Batuaji yang enggan disebutkan namanya.
Sorotan serupa juga datang dari DPRD Kota Batam. Anggota Komisi I DPRD Batam, Tumbur Hutasoit, menyayangkan jika perpisahan siswa justru menjadi beban baru bagi orangtua di tengah kebijakan pendidikan gratis dari pemerintah.
“Perpisahan itu sah-sah saja kalau hanya dilakukan sederhana di sekolah, seperti salam-salaman dan makan bersama. Tapi jika harus sampai memungut biaya besar, apalagi diadakan di luar sekolah, saya sangat tidak setuju,” tegas Tumbur.
Menurut Tumbur, kebijakan pendidikan gratis bertujuan agar tidak ada lagi anak-anak usia sekolah yang terhambat pendidikannya karena alasan ekonomi.
Dia berharap pihak sekolah tidak mengabaikan semangat dari kebijakan tersebut.
“Kami akan kumpulkan para orangtua dan meminta sekolah mengevaluasi kegiatan perpisahan yang memberatkan. Apalagi bagi siswa tingkat akhir, orangtua pasti sedang mempersiapkan kebutuhan untuk jenjang pendidikan selanjutnya,” jelas Tumbur.
Ia juga mengingatkan, jika sekolah negeri tetap memaksa mengadakan perpisahan mewah dengan biaya tinggi, kepala sekolah dan para guru perlu mendapatkan pembinaan agar paham kebijakan pemerintah soal pendidikan gratis.
Fenomena ini diharapkan segera mendapatkan perhatian serius, agar tidak ada lagi orangtua yang terpaksa berdiam diri karena takut anaknya mendapat perlakuan berbeda di sekolah, hanya karena tak mampu membayar uang perpisahan.
Penulis: Luci |Editor: Zalfirega