MATAPEDIA6.com, BALI — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) menyepakati langkah untuk mempercepat transformasi dan inovasi keuangan digital yang bertanggung jawab.
Kesepakatan ini mengemuka dalam OECD Asia Roundtable on Digital Finance 2025 yang digelar di Bali, Senin (1/12/2025).
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan bahwa OJK harus bergerak cepat mengikuti perkembangan teknologi dan industri digital dalam mengatur serta mengawasi inovasi keuangan dan aset digital.
“Teknologi dan Artificial Intelligence (AI) berkembang sangat cepat. Karena itu kita perlu berbagi pandangan lintas negara dan menyusun kerangka regulasi yang seimbang—mendorong inovasi tanpa mengorbankan stabilitas keuangan maupun pelindungan konsumen,” ujar Mahendra dikutip dalam keterangannya.
Baca juga: OJK Benahi Tata Kelola: Transformasi Regulasi untuk Keuangan yang Lebih Akuntabel
Mahendra menjelaskan, OJK sejak 2023 telah membangun fondasi tata kelola AI untuk sektor fintech lewat Code of Ethics Guidelines on Responsible and Trustworthy AI.
Panduan ini memastikan penggunaan AI tetap adil, akuntabel, dan bermanfaat.
Di sektor perbankan, OJK pada April 2025 menerbitkan Indonesian Banking Artificial Intelligence Governance guna memperkuat tata kelola dan mitigasi risiko model AI.
OJK juga mengembangkan program tokenisasi melalui regulatory sandbox dengan fokus pada tokenisasi emas, obligasi, dan properti.
“Kami mendorong inovasi ini dengan hati-hati. Tujuannya menjaga keseimbangan antara pengembangan teknologi, stabilitas keuangan, dan pelindungan konsumen,” kata Mahendra.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah tengah merumuskan kebijakan untuk memperkuat pemanfaatan AI, termasuk pengembangan kompetensi SDM.
“Sektor jasa keuangan harus memaksimalkan inovasi AI agar akses terhadap perbankan digital, pembiayaan mikro, dan decision tools bagi UMKM semakin luas. Teknologi membuktikan bahwa proses digital menghadirkan efisiensi yang nyata,” ujar Airlangga.
Ia menilai kontribusi OECD dalam pembaruan kerangka regulasi digital sangat strategis bagi Indonesia dan membantu penyelarasan kebijakan dengan standar global.
Direktur Financial and Enterprise Affairs OECD, Carmine Di Noia, mengapresiasi kemitraan dengan OJK dan menekankan peran Asia sebagai pusat inovasi keuangan digital.
“Asia berada di garis depan transformasi keuangan digital. Kolaborasi seperti hari ini penting untuk memastikan inovasi berkembang secara bertanggung jawab, menciptakan pasar yang efisien, inklusif, dan dipercaya publik,” kata Carmine.
Pada kesempatan itu, OECD dan OJK meluncurkan The OECD Report on Artificial Intelligence in Asia’s Financial Sector serta Panduan Kode Etik AI yang Bertanggung Jawab dan Terpercaya untuk sektor teknologi finansial.
Kolaborasi OJK dan OECD menjadi bagian dari proses aksesi Indonesia menuju keanggotaan penuh OECD. Posisi Indonesia sebagai negara G20 dan pengawas sektor jasa keuangan terintegrasi menjadikan peran OJK kian strategis di forum global tersebut.
Kerja sama ini berlandaskan MoU OJK–OECD yang diperbarui pada 2021, mencakup pengembangan regulasi, pelindungan konsumen, hingga penguatan integritas dan stabilitas sistem keuangan.
“OECD Asia Roundtable menjadi momentum menyelaraskan langkah negara Asia dan anggota OECD. Kita bisa berbagi pengalaman, mengembangkan praktik terbaik, dan membangun kerangka kebijakan yang mampu menjadikan inovasi digital sebagai game changer bagi pertumbuhan ekonomi dan inklusi keuangan,” ujar Mahendra.
Pada sesi siang, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi membuka diskusi tentang perkembangan pesat pasar aset digital di Indonesia.
“Aset digital mendefinisikan ulang sifat aset dan infrastruktur pertukarannya. Perkembangannya berjalan berdampingan dengan AI yang mengubah proses dan intelijen layanan keuangan,” jelas Hasan.
Hari pertama ditutup dengan diskusi panel tentang kebijakan AI di sektor keuangan serta keseimbangan inovasi dan regulasi dalam aset digital. Agenda hari kedua akan membahas tokenisasi aset dan peluang pengembangan pasar.
Kegiatan ini menghadirkan lebih dari 40 perwakilan regulator, pelaku industri global, dan pakar keuangan digital dari berbagai negara.
Baca juga:Survei OJK: Kinerja Perbankan Menguat hingga Akhir 2025
Editor:Miezon

















