MATAPEDIA6.com, SURABAYA—Kota Pahlawan kembali menjadi saksi sebuah gerakan besar, bukan di medan perang, tetapi di ranah ekonomi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar puncak Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2025 di Surabaya, membawa semangat baru: menjadikan akses keuangan bukan sekadar hak, tetapi kebutuhan dasar warga negara.
Empat belas tahun perjalanan OJK, dan lembaga ini kini menegaskan kembali misinya: keuangan yang inklusif, adil, dan memberdayakan seluruh lapisan masyarakat.
Baca juga: OJK Benahi Tata Kelola: Transformasi Regulasi untuk Keuangan yang Lebih Akuntabel
Karena di tengah derasnya arus digitalisasi, kesenjangan akses keuangan masih menjadi luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.
BIK bukan sekadar acara tahunan. Ia adalah wajah sosial dari kebijakan keuangan nasional.
Di Surabaya, ratusan pelaku usaha kecil, mahasiswa, dan komunitas perempuan hadir untuk memahami cara mengelola keuangan, menghindari pinjaman ilegal, hingga menyiapkan masa depan lewat tabungan dan investasi mikro.
Di balik panggung, OJK membangun jembatan antara dunia perbankan dengan masyarakat akar rumput. Bukan hanya dengan angka-angka dan data, tetapi lewat pendekatan edukatif — festival, pameran, hingga simulasi layanan keuangan digital.
“Inklusi keuangan adalah jembatan menuju kesejahteraan. OJK hadir untuk memastikan tak ada warga yang tertinggal dari sistem keuangan,” ujar Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, dalam sambutannya dikutip, Senin (27/10/2025).
Data Bank Dunia menunjukkan, masih ada jutaan masyarakat Indonesia yang belum tersentuh layanan perbankan formal.
Di desa-desa, transaksi masih banyak bergantung pada uang tunai dan pinjaman informal. Padahal, tanpa akses keuangan, produktivitas masyarakat sulit meningkat — apalagi di era kompetisi global.
Baca juga: OJK Gencarkan Inklusi Keuangan Lewat BIK 2025 di Surabaya
OJK menjawab tantangan ini dengan memperluas branchless banking, mendukung fintech inklusif, dan memperkuat Literasi Keuangan Nasional 2025.
Melalui BIK, lembaga ini menggerakkan ribuan agen bank, koperasi digital, hingga fintech lending legal untuk menyentuh lapisan masyarakat yang selama ini berada di pinggir sistem.
Langkah ini bukan hanya tentang literasi finansial, tapi juga tentang keadilan sosial: memastikan ekonomi tumbuh dari bawah, bukan hanya di pusat-pusat kota.
Pemilihan Surabaya sebagai tuan rumah BIK 2025 bukan kebetulan. Kota ini dikenal dengan semangat kewirausahaan rakyatnya yang tinggi — dari pedagang kecil di Pasar Pabean hingga pelaku UMKM berbasis digital di Gubeng dan Rungkut.
Semangat arek Suroboyo yang pantang menyerah itu menjadi simbol energi baru inklusi keuangan.
Dalam acara BIK, ribuan pengunjung diajak membuka rekening tabungan, mendaftar asuransi mikro, dan mencoba aplikasi keuangan digital yang aman.
Tak hanya itu, OJK juga menggandeng pelajar dan mahasiswa lewat Financial Literacy Challenge menumbuhkan kesadaran finansial sejak dini.
Baca juga:OJK Perkuat Sinergi Perbankan dan Pemda Dorong Pertumbuhan Ekonomi NTT
“Surabaya bukan sekadar lokasi acara, tapi simbol bagaimana keuangan bisa tumbuh dari rakyat untuk rakyat,” ujar salah satu panitia BIK.
OJK memahami bahwa literasi finansial masa kini tidak bisa dilepaskan dari dunia digital.
Sebagian besar masyarakat muda mengenal uang bukan lagi lewat dompet, tapi lewat layar ponsel.
Karena itu, OJK mendorong kolaborasi dengan fintech resmi untuk menghadirkan produk yang mudah, aman, dan sesuai prinsip perlindungan konsumen.
Lewat BIK Digital Expo, masyarakat diperkenalkan dengan konsep digital wallet micro-investment dan asuransi berbasis aplikasi.
Semuanya diarahkan untuk satu tujuan: menjadikan literasi finansial bagian dari gaya hidup.
“Jika literasi digital tumbuh tanpa literasi keuangan, maka risiko pinjaman ilegal dan investasi bodong akan semakin besar,” ujar perwakilan OJK Regional 4 Jawa Timur.
Dalam refleksi HUT ke-14, OJK menegaskan komitmennya menjadikan inklusi keuangan sebagai budaya nasional. Bukan hanya program, tapi gerakan lintas generasi dan lintas sektor.
Karena kesejahteraan bukan diukur dari banyaknya lembaga keuangan, melainkan dari seberapa banyak warga yang berani bermimpi dan punya akses untuk mewujudkannya.
Empat belas tahun perjalanan OJK menunjukkan, lembaga ini bukan hanya pengawas, tapi juga pendidik ekonomi bangsa.
Dari Surabaya, pesan itu menggema: literasi adalah kekuatan baru, dan inklusi adalah jalannya menuju Indonesia yang mandiri.
Surabaya yang dahulu melahirkan pahlawan kemerdekaan, kini melahirkan pahlawan ekonomi: para pelaku usaha kecil yang berani belajar, menabung, dan berinvestasi.
Dan OJK, melalui gerakan inklusi keuangan, menjadi jembatan yang menghubungkan mimpi mereka dengan masa depan.
Dari kota ini, semangat itu tumbuh — bahwa ekonomi kuat tidak hanya dibangun oleh modal besar, tapi oleh rakyat yang melek finansial dan percaya pada sistem keuangan yang adil.
Baca juga:Juda Agung Resmi Jabat Anggota Dewan Komisioner OJK Ex-Officio Bank Indonesia
Editor:Zalfirega

















