MATAPEDIA6.com, JAKARTA — Di balik tembok pesantren yang teduh dan suara lantunan ayat suci yang tak pernah berhenti, sebuah gerakan ekonomi tengah tumbuh.
Pesantren Tegalrejo, Magelang, menjadi saksi bagaimana literasi keuangan syariah menjelma menjadi gerakan kemandirian.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hadir ke tengah para santri, bukan hanya membawa wacana, tapi menghadirkan konsep ekonomi yang membumi — berkah, berdaya, dan berkelanjutan.
Empat belas tahun OJK berdiri, dan kini lembaga ini menegaskan perannya sebagai penggerak literasi ekonomi umat.
Bukan hanya mengatur dan mengawasi, tetapi juga memberdayakan — terutama mereka yang berada di pusat pendidikan moral bangsa: pesantren.
Pesantren Tegalrejo bukan sekadar lembaga pendidikan agama. Ia adalah miniatur masyarakat mandiri, dengan sistem sosial, ekonomi, dan budaya yang khas.
Selama ini, santri dikenal hidup sederhana, tapi memiliki etos kerja dan kebersamaan tinggi. OJK melihat potensi itu — dan menjadikannya fondasi untuk menanamkan literasi keuangan syariah.
Baca juga:Inklusi Keuangan Jadi Jalan Pemerataan: OJK Hadirkan Gerakan Nasional dari Surabaya
Dalam acara edukasi keuangan syariah yang digelar di Tegalrejo, OJK menghadirkan dialog terbuka tentang konsep halal finance pentingnya tabungan syariah, hingga peluang wakaf produktif dan koperasi pesantren.
Kegiatan ini bukan hanya edukatif, tetapi juga inspiratif: santri tidak lagi menjadi objek ekonomi, tetapi subjek yang berdaya secara finansial.
“Santri harus menjadi penggerak ekonomi halal, bukan sekadar pengguna. OJK hadir untuk menyiapkan bekal keuangan yang sesuai dengan nilai-nilai syariah,” ujar perwakilan OJK Regional 3 Jawa Tengah-DIY.
Literasi keuangan syariah bukan hanya pengetahuan tentang akad dan riba, tetapi cara berpikir baru tentang bagaimana mengelola rezeki secara adil dan produktif.
OJK mendorong agar pesantren menjadi ekosistem ekonomi umat — dengan koperasi syariah, toko halal, dan lembaga mikro syariah sebagai tulang punggung.
Beberapa pesantren binaan OJK kini telah memiliki Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang dikelola santri sendiri. Mereka belajar mencatat transaksi, mengelola tabungan jamaah, hingga menyalurkan pembiayaan kecil bagi usaha lokal.
Inilah langkah kecil menuju financial inclusion berbasis nilai Islam.
“Kalau santri mandiri secara ekonomi, pesantren akan menjadi kekuatan sosial yang luar biasa,” ungkap salah satu pengasuh Tegalrejo.
Di usia ke-14, OJK memperluas makna literasi keuangan. Dari sekadar edukasi, kini menjadi gerakan sosial — mendorong santri menjadi entrepreneur dengan jiwa sosial dan prinsip syariah.
Mereka diajak memahami konsep keuangan halal, investasi beretika, dan pengelolaan risiko dalam usaha kecil.
Program Santri Cerdas Finansial yang diinisiasi OJK misalnya, menumbuhkan kesadaran bahwa pengelolaan keuangan adalah bagian dari ibadah. Bahwa keberkahan tak hanya lahir dari doa, tapi juga dari tata kelola uang yang benar.
“Ekonomi syariah bukan alternatif, tapi arus utama menuju kemandirian nasional,” tegas pejabat OJK dalam sesi diskusi.
Pesantren telah lama menjadi benteng moral bangsa, kini OJK membantu menjadikannya benteng ekonomi umat.
Dengan dukungan lembaga keuangan syariah dan kolaborasi pemerintah daerah, potensi ekonomi pesantren bisa menjadi motor baru dalam pertumbuhan daerah.
Program literasi syariah ini juga memperkuat visi OJK untuk membangun inclusive finance yang tidak hanya fokus pada sektor formal, tetapi menjangkau komunitas keagamaan yang berperan penting di akar masyarakat.
Karena sesungguhnya, inklusi yang sejati adalah ketika keuangan mampu menyejahterakan tanpa mengorbankan nilai.
Refleksi ulang tahun ke-14 OJK menjadi momentum untuk menegaskan bahwa lembaga ini tidak berdiri di atas menara gading regulasi.
OJK turun ke lapangan, berdialog dengan masyarakat, dan membangun sistem keuangan yang berpihak pada nilai-nilai luhur bangsa.
Dari Tegalrejo, semangat itu terpancar — bahwa ekonomi modern bisa tumbuh dari pesantren, dan kemandirian bisa lahir dari iman. OJK tidak hanya mengajarkan literasi, tetapi menyalakan lilin harapan: bahwa ekonomi syariah adalah masa depan Indonesia yang lebih berkeadilan.
Gerakan literasi keuangan syariah bukan proyek jangka pendek. Ia adalah investasi peradaban — mencetak generasi santri yang cakap finansial, jujur, dan beretika.
OJK memahami bahwa kemajuan bangsa tidak hanya ditentukan oleh indeks ekonomi, tapi juga oleh moralitas dalam mengelola harta.
Dari Tegalrejo, pesan sederhana namun kuat bergema: “Santri bukan hanya penjaga akidah, tapi juga penggerak ekonomi berkah.”
Editor:Zalfirega

















