MATAPEDIA6.com, BATAM – Sebanyak 205 karyawan PT Maruwa Indonesia di Tanjunguncang, Kota Batam, terkatung-katung setelah tiga kali mediasi dengan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam berujung buntu.
Mediasi terakhir digelar Jumat (23/5/2025) malam namun belum mencapai kesepakatan.
Pasalnya, pihak perusahaan mengaku telah menyerahkan seluruh aset dan kewajiban kepada pihak likuidator, sehingga proses negosiasi menjadi semakin rumit.
“Hasilnya masih mengambang karena owner sudah menyerahkan semuanya ke likuidator,” kata Kepala Bidang Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) Disnaker Batam, Amuri, Sabtu (24/5/2025).
Amuri menjelaskan semua kewenangan soal aset, utang piutang, dan pembayaran hak-hak karyawan bukan tanggung jawab langsung perusahaan.
Amuri, mengatakan idealnya perusahaan memenuhi kewajiban kepada karyawan terlebih dahulu sebelum menyerahkan aset ke negara atau pihak likuidator.
“Logikanya, pesangon dan hak karyawan dibayar dulu. Baru setelah itu kalau ada sisa, masuk ke proses lelang atau pailit,” tegasnya.
Namun, kondisi keuangan perusahaan yang mengaku bangkrut membuat perjuangan mendapatkan hak karyawan semakin berat.
Bahkan, pihak perusahaan menyampaikan keterangan dalam bahasa Jepang, yang menambah tantangan dalam proses komunikasi.
“Mereka bilang tidak punya uang. Sudah rugi dan nyatakan pailit. Pembahasan semalam saja berlangsung satu setengah jam, tapi tetap buntu,” kata Amuri.
Dari perhitungan awal, kata Amuri, nilai kewajiban perusahaan terhadap para karyawan mencapai lebih dari Rp 12 miliar.
Sementara itu, aset yang tersedia hanya sekitar Rp1,5 hingga Rp 2 miliar, dan semuanya telah diserahkan ke likuidator.
“Aset yang ada pun belum tentu cukup untuk bayar tagihan listrik, sewa gedung, apalagi pesangon karyawan,” ungkap Amuri.
Amuri menyebut situasinya sudah masuk ke tahap deadlock. Baik owner di Batam maupun induk perusahaan di Jepang tidak bisa memberikan jaminan.
Jawabannya selalu sama tidak ada dana,” jelasnya.
Amuri mengatakan apa yang dilakukan Disnaker tidak bisa memberikan kepastian soal nasib para karyawan.
“Kami hanya mediator. Hak karyawan tetap di tangan perusahaan. Kalau perusahaan sudah menyerah dan uang tidak ada, kita bisa apa lagi,” kata Amuri.
Sementara itu, para karyawan yang gajinya belum dibayarkan terus mendesak kejelasan. Aksi protes terus dibanjiri hingga viral di media sosial, menampilkan momen ketika salah satu petinggi perusahaan hanya diam saat dikerumuni pekerja yang menuntut hak mereka.
Baca juga:Ratusan Karyawan Terancam, PT Maruwa Indonesia Setop Operasi Mendadak
Penulis: Luci |Editor: Zalfirega