MATAPEDIA6.com, BATAM– Di balik hiruk-pikuk Batam sebagai kota industri, tersimpan sebuah ironi: sebuah produk berkualitas pabrik, dibuat oleh tangan-tangan muda terampil, namun belum pernah mendapat panggung yang layak.
Itulah yang dilihat Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Batam, M. A. Khafi Anshary saat menapaki dapur produksi Tefa Roti SMKN 2 Batam.
Peralatan modern tersedia, kualitas rasa teruji, kompetensi siswa terbukti. Tetapi satu hal justru kurang: kehadiran negara
Khafi menyaksikan bagaimana para siswa mengolah adonan dengan teknik profesional, memanfaatkan oven raksasa hasil bantuan pemerintah pusat. Roti-roti yang keluar lembut, harum, dan tak kalah dari produk komersial. Namun kualitas itu seolah terjebak di ruang produksi.
“Setiap kegiatan pemerintah butuh konsumsi. Kenapa tidak gunakan produk sekolah?” ujar Khafi, mengkritik minimnya keberpihakan pemerintah pada karya anak didik, Rabu (13/11/2025).
Baca juga: Gubernur Kepri Sebut SMA di Batam Akan Dikonversi Jadi SMK Jawab Lonjakan Minat Siswa
Ia menegaskan, dukungan sederhana dari pemerintah—mulai dari pembelian produk hingga membantu membuka akses ke perusahaan—dapat mengubah masa depan para siswa. Bukan hanya soal pemasaran, tapi kepercayaan diri ketika nanti mereka masuk industri.
Potensi Besar yang Menunggu Pemantik
Batam memiliki ratusan perusahaan yang bisa menjadi mitra pemasaran. Namun sekolah tak mudah menembus akses tersebut tanpa rekomendasi lembaga resmi. Kondisi ini tak hanya dialami SMKN 2 Batam, tetapi juga sekolah-sekolah lain dengan banyak karya yang luput dari sorotan.
Melihat situasi ini, PWI Batam berkomitmen memberi ruang liputan positif agar dunia pendidikan tidak berjalan sendiri dalam membina kompetensi tenaga kerja.
Elvin dan Mimpi Siswa: “Kami Ingin Tefa Roti Dikenal Seluruh Batam”
Dapur produksi tidak hanya melahirkan roti, tetapi juga mimpi. Salah satunya datang dari Elvin Devita Putri Daci siswi kelas XII yang cekatan meracik adonan dan membungkus produk siap jual.
Dari sistem pre-order, Elvin sudah bisa meraup untung Rp 1.500 per roti. Setiap hari, mereka memproduksi 300–600 picis sesuai pesanan, dikerjakan tim beranggotakan 6–8 siswa.
“Kami berharap Tefa Roti bisa lebih maju dan dikenal seluruh Batam,” ujarnya.
Promosi sudah dilakukan lewat brosur, Instagram, dan WhatsApp. Namun kemampuan siswa tetap terbatas tanpa sokongan jaringan pemasaran.
Sudah Punya Hak Paten, Tetapi Pemasaran Tertinggal
Eka Wuladari, guru kuliner sekaligus pengelola Tefa Roti, menegaskan bahwa produk mereka sudah mengantongi hak paten sejak 2023. Kapasitas produksi pun sangat siap—bahkan mereka pernah membanjiri dapur dengan order 1.500 picis dalam sehari. Target 2.000 picis sebenarnya mudah dicapai jika pasar terbuka lebih luas.
Selain teknik baking, siswa juga dibekali kemampuan komunikasi dan pemasaran. Tujuannya jelas: mereka siap menjadi pengusaha dan tenaga terampil saat keluar dari sekolah.
“Saya ingin anak-anak punya masa depan sebagai pengusaha sukses,” kata Eka.
-Sekolah Sudah Bergerak, Pemerintah Tinggal Menyambung Langkah
Kepala SMKN 2 Batam, Drs. Refio, M.Pd. menyebut pemasaran sudah mulai diperluas—ke perusahaan Epson, sekolah-sekolah sekitar, hingga kantin politeknik. Respon pasar bagus, namun kapasitas geografis dan distribusi kerap menjadi kendala.
Meski pemerintah sudah memberikan bantuan peralatan senilai Rp 200 juta, sekolah tetap memerlukan dukungan lanjutan agar produk siap jual ini benar-benar menembus pasar industri.
Lewat mata pelajaran kewirausahaan, siswa bahkan wajib memasarkan roti ke tetangga, keluarga, hingga warung sekitar sebagai proses belajar menerima kritik konsumen.
Bertuah Edotel: Laboratorium Nyata untuk Calon Profesional Hotel
Tak berhenti di kuliner, SMKN 2 Batam juga mengelola Bertuah Edotel—hotel edukasi dengan sembilan kamar lengkap fasilitas TV, wifi, hingga air panas seharga Rp 200 ribu per malam.
Hotel ini menjadi ruang latihan para siswa jurusan perhotelan. Mereka bekerja shift, termasuk shift malam, dengan pendampingan ketat guru dan restu orang tua. Meski tak menerima gaji, pengalaman ini membuat banyak dari mereka direkrut hotel sebelum lulus.
Edotel sempat vakum, namun kembali hidup setelah sekolah membenahi fasilitas dan akses bangunan.
“Tanpa dukungan industri, percuma SMK mencetak tenaga kerja,” tegas Refio. ***
Baca juga:Dukung Ketahanan Pangan, TVRI Gelar Gerakan Pangan Murah Serentak di 32 Titik Termasuk Kepri

















