MATAPEDIA6.com, BATAM – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Barelang berhasil membongkar praktik prostitusi online yang berlangsung di Kota Batam.
Dua pria berinisial IF (26) dan HT (30) yang diduga berperan sebagai mucikari diamankan dalam operasi penggerebekan yang dilakukan di sebuah hotel.
Kasat Reskrim Polresta Barelang, AKP M. Debby Tri Andrestian, membenarkan penangkapan tersebut.
Menurutnya, kedua pelaku menawarkan jasa perempuan kepada pria hidung belang melalui sebuah grup WhatsApp.
Dalam grup tersebut, para mucikari menggunakan kode khusus untuk menawarkan “layanan” kepada para pelanggan.
“Kode yang digunakan adalah ‘CD 3’. Jika ada pelanggan yang tertarik, mereka akan membalas di grup, dan muncullah transaksi,” jelas Debby dalam konferensi pers, Sabtu (17/5/2025).
Penggerebekan dilakukan saat salah satu korban tengah melayani pelanggan di dalam kamar hotel. Polisi mendapati mereka dalam kondisi tanpa busana.
Dari hasil penyelidikan, dua wanita berinisial N dan R diketahui menjadi korban dalam jaringan ini.
“Tarif sekali kencan mencapai Rp 3,5 juta. Dari jumlah itu, mucikari mengambil fee sebesar Rp 500 ribu,” ungkap Debby.
Penangkapan ini bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai aktivitas tidak wajar di lokasi tersebut.
Polisi kemudian melakukan penyamaran sebagai pelanggan untuk membongkar praktik tersebut.
“Saat ini kami masih terus melakukan pengembangan untuk mengetahui sejauh mana jaringan ini beroperasi dan berapa banyak korban yang terlibat,” tambahnya.
Kedua tersangka hanya tertunduk saat digiring petugas ke hadapan awak media. Keduanya enggan memberikan komentar dan masih dalam proses penyidikan lebih lanjut oleh pihak kepolisian.
Debby juga mengimbau masyarakat untuk aktif melaporkan aktivitas mencurigakan di lingkungan masing-masing, terutama yang berkaitan dengan praktik prostitusi online dan penyakit masyarakat lainnya.
“Kami masih dalam operasi Pekat Seligi 2025. Premanisme dan penyakit masyarakat menjadi atensi serius kepolisian,” tegasnya.
Penulis: Luci |Editor: Zalfirega