MATAPEDIA6.com, BATAM– Direktur PT Multi Coco Indonesia, Ady Indra Pawennari, membantah tudingan penipuan terlibat dalam pekerjaan pematangan lahan seluas 75.000 meter persegi di Kawasan Kijang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau (Kepri), senilai Rp1,8 miliar. Ia memastikan dirinya adalah korban penipuan dalam kasus tersebut.
“Pemberitaan tentang saya sangat mencederai nama baik dan merusak reputasi yang telah saya bangun selama bertahun-tahun. Saya telah berdiskusi dengan kuasa hukum untuk melapor ke Dewan Pers,” kata Ady Indra Pawennari didampingi oleh tim kuasa hukumnya, Ris Susanto, SH, Andi Putra, SH, dan Rindo Manurung, SH, di Kantor Hukum AR 555 & Co, Batam, dalam keterangannya, Senin (3/3/2025).
Ady juga menyesalkan pemberitaan yang mengaitkan kasus tersebut dengan jabatannya sebagai Ketua Umum Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI) dan Bendahara Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kepri.
“Kasus ini terjadi pada 2020, sementara saya menjabat di HIPKI dan PWI pada 2022 dan 2023. Jadi, tidak ada kaitannya dengan kedua organisasi tersebut,” ujarnya.
Ady menceritakan bahwa kasus penipuan bermula pada Juni 2020, ketika temannya, TML, seorang pengusaha asal Jakarta, meminta bantuan untuk mencari kontraktor yang memiliki kualifikasi untuk menimbun lahannya di Desa Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Kepri.
TML menunjukkan dokumen yang menyatakan lahan miliknya seluas 66,3 ha sebagai lokasi proyek pemerintah dengan nilai triliunan rupiah, namun sebagian besar lahan tersebut berupa rawa-rawa yang membutuhkan penimbunan.
Ady kemudian menghubungi temannya, GSS, perwakilan PT RHP, untuk melakukan survei dan menawarkan penawaran harga. “Setelah disepakati, GSS meminta jaminan berupa cek mundur tiga bulan. TML tidak memiliki cek dan meminta saya untuk mengeluarkan cek mundur tiga bulan,” jelas Ady.
Ady mengeluarkan dua lembar cek mundur atas nama perusahaan, PT Multi Coco Indonesia, senilai Rp1.886.475.000. Namun, ketika pekerjaan selesai dan cek mendekati jatuh tempo, TML tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar.
Setelah cek gagal dicairkan, TML kembali meminta Ady untuk membantu negosiasi perpanjangan waktu pembayaran dengan PT RHP. Perpanjangan disetujui dengan tambahan bunga sebesar Rp584.500.000, yang menjadikan total kerugian yang diklaim RHP mencapai Rp2.470.975.000.
Ady merasa tertekan karena tidak memiliki perjanjian tertulis mengenai penggunaan cek perusahaan. Meski demikian, ia tetap pasrah dan menyiapkan diri menghadapi konsekuensi hukum.
“Saya bukan tidak mampu membayar, tapi saya bukan yang menggunakan cek tersebut. Saya pasrah dan siap menghadapi ini di pengadilan,” ungkap Ady.
Namun, setelah beberapa hari ditahan, TML akhirnya membayar kerugian yang dialami PT RHP, yang menyebabkan laporan polisi di Polda Kepri dicabut dan perjanjian damai ditandatangani.
“Alhamdulillah, saya bersyukur Tuhan memberi jalan keluar melalui penahanan ini. Sekali lagi, saya tegaskan, saya adalah korban penipuan,” kata Ady dengan mata berkaca-kaca.
Direktur Utama PT RHP, MHS, mengonfirmasi bahwa laporan mereka di Polda Kepri telah dicabut dan permasalahan diselesaikan dengan damai.
“Apa yang disampaikan Pak Ady benar, dan kebetulan owner kami adalah sahabat baiknya. Sejak awal, kami tidak berniat memenjarakan orang,” kata MHS.
Ady dan MHS mengucapkan terima kasih kepada Kapolda Kepri, Irjen Pol Asep Syafrudin, Dirreskrimum Kombes Pol Ade Mulyana, dan Kasubdit I Ditreskrimum, AKBP Arthur Sitindaon, atas penyelesaian melalui keadilan restoratif.
“Mulai 27 Februari 2025, kami sepakat berdamai, dan masalah di antara kami sudah selesai. Terima kasih kepada Kapolda Kepri dan jajaran yang memberi ruang untuk penyelesaian melalui restorative justice,” tutup Ady. (**r)
Cek berita artikel lainnya di Google News