MATAPEDIA6.com, BATAM– Fenomena judi online (judol) kian mengkhawatirkan. Tidak hanya menyasar orang dewasa, candu ini juga menjerat anak-anak dan remaja. Iming-iming keuntungan instan justru menjerumuskan para pemain ke dalam kerugian besar, lilitan utang, hingga tindak kriminal.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kepulauan Riau, Sinar Dananjaya, mengatakan bahwa dari data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dari total 4 juta pemain judi online di Indonesia, sekitar 80 ribu orang atau 2 persen berusia di bawah 10 tahun.
“Usia 10 hingga 20 tahun menyumbang 11 persen atau sekitar 440 ribu orang, sedangkan kelompok usia 21 hingga 30 tahun mencakup 13 persen atau 520 ribu pemain,” ujarnya pada wartawan di Jakarta beberapa hari lalu di sela media gathering OJK Sumbagut.
Jumlah terbanyak berada di rentang usia 30 hingga 50 tahun, yang mencapai 40 persen atau 1,64 juta orang. Sementara itu, 34 persen pemain berusia di atas 50 tahun, setara dengan 1,35 juta orang.
Baca juga: OJK Kepri Evaluasi Aturan Rekening Dormant demi Jaga Stabilitas Keuangan dan Lindungi Nasabah
Ia menyatakan fenomena ini juga merambah Kepri. Ia mengungkap, sebanyak 21 anak di bawah usia 16 tahun terdeteksi menjadi pemain aktif judi online, dengan total deposit mencapai Rp717 juta.
“Kelompok usia 17 sampai 19 tahun tercatat sebanyak 1.374 pemain, menyetor dana senilai Rp1,036 miliar. Sementara usia 20 hingga 30 tahun melonjak signifikan menjadi 26.751 pemain, dengan total deposit mencapai Rp118,842 miliar,” katanya.
Bahkan, kelompok usia 31–40 tahun mendominasi secara nasional, dengan total nilai deposit mencapai Rp182,060 miliar. Menurut Sinar, data ini menunjukkan bahwa perjudian digital telah menjadi epidemi lintas usia dan wilayah.
Ia mengaku prihatin melihat banyaknya generasi muda yang terperangkap dalam ekosistem judi online. Sayang, Sinar tak merinci secara detail wilayah mana saja di Kepri.
“Kami sangat miris. Ini bukan hanya persoalan finansial, tapi juga menyangkut aspek psikologis, sosial, dan kerusakan masa depan anak-anak kita,” ujar Sinar.
OJK mencatat bahwa keterlibatan pemain muda kerap bersinggungan dengan praktik pinjaman online ilegal, memperburuk kondisi finansial mereka dan memicu lingkaran masalah yang lebih dalam.
Untuk menekan dampak buruk judol, Sinar mengajak masyarakat, khususnya generasi muda, menjadi agen perubahan. Ia menilai literasi digital berbasis komunitas, keterlibatan keluarga, serta penyediaan alternatif kegiatan positif perlu diperkuat.
“Kita perlu membangun kesadaran kolektif, baik di lingkungan keluarga maupun pertemanan, agar bisa saling mengingatkan. Jangan sampai generasi muda kita tumbuh dalam jebakan judi digital,” tuturnya.
Baca juga:OJK Sebut Ekonomi Kepri Tumbuh Positif, Kredit Konsumtif Dominan, UMKM Mulai Terdorong
Penulis:Rega|Editor:Trio