MATAPEDIA6.com, BATAM– Kesadaran mengelola keuangan dengan bijak pun semakin tumbuh. Salah satu cara cerdas untuk membangun masa depan adalah berinvestasi.
Dari sekian pilihan, ‘pasar modal’ menjadi kendaraan yang paling dinamis dan berpotensi tinggi mengembangkan kekayaan dalam jangka panjang.
Sayangnya, bagi sebagian orang, istilah pasar modal masih terdengar rumit, penuh grafik berliku, jargon teknis, dan risiko yang membuat ciut nyali. Padahal, ketika dipahami, pasar modal justru menjadi instrumen efektif untuk meraih kebebasan finansial.
Menurut Kepala Kantor Perwakilan BEI Kepulauan Riau, Indra Novita, pasar modal mempertemukan investor—pemilik dana—dengan emiten atau perusahaan yang membutuhkan pendanaan.
“Melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) dan di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), investor dapat membeli saham, obligasi, atau instrumen lain untuk memperoleh imbal hasil di masa depan,” ujarnya dalam keterangannya, Jumat (8/8/2025).
“Membeli saham berarti memiliki sebagian perusahaan. Saat kinerja perusahaan tumbuh, nilai investasi ikut terkerek,” tambah dia lagi.
Potensi imbal hasil yang kompetitif membuat pasar modal dilirik banyak kalangan. Namun ini bukan arena “cepat kaya.” Keberhasilan datang melalui disiplin, perencanaan, dan strategi jangka panjang—baik untuk dana pensiun, pendidikan anak, maupun kepemilikan rumah.
Baca juga:Bursa Efek Indonesia Kian Dominan di Asia Tenggara, 15 Persen Investor dari Sumatra Berkontribusi
“Risiko tetap ada: harga saham berfluktuasi, obligasi dipengaruhi suku bunga, dan reksa dana pun naik-turun. Tetapi risiko bisa ditekan lewat diversifikasi—membagi investasi ke berbagai aset dan sektor,” ungkap dia.
Ia menjelaskan dulu, pasar modal identik dengan gedung tinggi, jas formal, dan proses berlapis. Kini, digitalisasi membongkar sekat itu. Seorang mahasiswa di kos atau pekerja lepas di kafe dapat menjadi investor hanya dengan ponsel pintar dan koneksi internet.
Proses pembukaan rekening efek yang dulu manual dan memakan waktu kini selesai dalam hitungan menit melalui aplikasi investasi. Verifikasi cukup lewat unggahan dokumen atau video call, dan dana dapat ditransfer langsung via m-banking.
Ekosistem digital juga memudahkan investor memantau harga saham real-time, menilai kinerja perusahaan, hingga membaca tren industri.
“Aplikasi modern menyediakan notifikasi berita terkini, edukasi harian, rekomendasi saham, hingga fitur belajar interaktif,” sampainya.
Ia menyebutkan generasi muda Indonesia memiliki keuntungan kompetitif: cepat beradaptasi, haus informasi, dan akrab dengan teknologi.
Mereka belajar investasi lewat video singkat, podcast, atau konten media sosial. Modal awalnya pun terjangkau—mulai dari uang jajan hingga penghasilan freelance.
Namun kemudahan ini menuntut kedewasaan. Investasi bukan tren sesaat, melainkan keputusan yang membentuk masa depan. Untung dan rugi adalah proses belajar mengelola risiko.
Komunitas investor kini tumbuh di media sosial, membuka ruang diskusi tanpa sekat. Edukasi tidak lagi kaku, melainkan interaktif dan inklusif. Bahkan tersedia simulasi transaksi tanpa uang sungguhan, memberi kesempatan pemula berlatih sebelum terjun ke pasar sebenarnya.
Digitalisasi membuat pasar modal kian inklusif, terjangkau, dan transparan. Tidak ada lagi alasan menunda. Setiap lembar saham yang dibeli dan setiap unit reksa dana yang disimpan adalah langkah nyata menuju kemandirian finansial.
Investasi bukan sekadar mencari untung. Ini adalah bentuk tanggung jawab pada diri sendiri—mempersiapkan rumah idaman, pensiun nyaman, atau kebebasan memilih jalan hidup di masa depan.
Momentum sudah di depan mata. Pertanyaannya: mau jadi penonton, atau ikut bermain di panggung besar ekonomi?
Baca juga:BEI Tanam Vertikultur di Batam, Dorong Ketahanan Pangan dan Edukasi Lingkungan
Editor:Zalfirega